Gambar Dari : imgrumweb.com |
Hari ini,
tepat 140 tahun yang lalu, lahir seorang perempuan yang di pada masanya akan
menjadi orang besar, yang sampai sekarang masih menjadi patokan kehebatan
seorang wanita Indonesia. Wanita yang tangguh, yang paling berani menyuarakan
kutukan dan perang terhadap segala bentuk dehumanisasi dan diskriminasi
terhadap wanita. Perempuan yang menjadi Ibu Bangsa, Raden Adjeng Kartini.
Selepas pergi
Kartini, muncul Kartini-Kartini baru yang gigih memperjuangkan masalah bangsa
yang tak kunjung sirna. Pada 2019 ini, ada ibu yang bersedia mengajar di
pelosok negeri sana. Ada seorang wanita yang memperjuangkan hak warga negara
yang bekerja di luar negeri. Ada pula seorang teman tuli yang mengadakan pelatihan bagi teman-teman penyandang dissabilitas.
Siapa mereka?
Sosok Kartini itu akan Anda dapatkan pada diri wanita di bawah ini:
1. Sarwendah
Kongtesha
Gambar Dari : imadaudayana.blogspot.com |
Bu Endah,
begitu wanita ini akrab disapa, mendaftarkan dirinya dalam program Sarjana Mendidik
di daerah Terdepan, Terluar dan tertinggal (SM3T) pasca menyandang gelar
Sarjana Matematika dari Universitas Manado tahun 2013. Bu Endah tak menyangka
jika dirinya ditempatkan di Desa Wai Kela, Kecamatan Adonala Tengah, Kabupaten
Flores Timur. Sebagai seorang Muslim, dia juga mengaku tak merasa risih dengan
keadaan masyararakat desa yang hampir seluruhnya beternak babi.
Bu Endah
mengajar di SMP Negeri 1 desa Wai Kela Adonara Tengah. Tugasnya semakin
bertambah saat guru agama Islam berhalangan untuk mengajar. Dia lah yang
mengajar Agama Islam di sekolah tersebut. Ditambah dengan dibukanya Sekolah
Dasar Kristen Wai Bereno. Dia mengajar bergantian dengan guru lainnya di sana.
2. Anis Hidayah
Gambar Dari : nsional.tempo.co |
Anis
Hidayah, direktur eksekutif Migran Care, merupakan aktivis yang memperjuangkan hak jutaan warga negara yang bekerja di
negara asing untuk menafkahi keluarga mereka yang selalu menghadapi risiko
kekerasan. Seperti didokumentasikan oleh Migran Care dan Human
Right Watch, banyak pekerja wanita yang bekerja di negara Arab Saudi, Malaysia,
dan Kuwait yang harus bekerja 18 jam sehari. Beberapa dari mereka tidak
menerima upah. Bahkan mereka diperkosa, dikurung, dan dibunuh oleh majikan
mereka sendiri.
Anis berperan dalam membangun jejaring aktivis pembela hak pekerja
migran untuk mengangkat tindak pelanggaran hak yang telah diderita oleh mereka
yang selama ini tidak mendapat perhatian masyarakat. Anis mengorganisir
berbagai demonstrasi, menarik perhatian media secara luas dan
memperoleh akses terhadap para pengambil keputusan di parlemen, kementerian
tenaga kerja, keimigrasian dan kementerian luar negeri.
Bersama Migrant Care, ia memantau ribuan kasus pelanggaran terhadap
pekerja dan menuntut pemerintah
Indonesia untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada pekerja migran
dengan meningkatkan standar perlindungan yang lebih baik ditingkat regional dan
internasional.
3. Angkie Yudistia
Gambar Dari : viva.co.id |
Wanita kelahiran tahun 1987 ini adalah teman tuli yang banyak
menginspirai banyak wanita Indonesia. Alih-alih patah semangat, Angkie Yudistia
tak pernah berhenti untuk terus terus berkarya. Dua buku karyanya menjadi bukti
keberhasilan dan kegigihan Angkie Yudistia dalam meraih mimpinya untuk “menembus
batas”. Sebuah karya berbentuk buku berjudul “Perempuan Tunarungu Menembus
Batas” yang ia tulis sendiri itu berisikan wujud dari mimpinya dalam
keterbatasan sebagai seorang difabel. Angkie pun melanjutkan karya tulisnya
dengan bekerja sama dengan L’Oreal untuk buku ke dua, buku yang berjudul
‘Setinggi Langit” ini menceritakan suka duka 10 peneliti wanita dari sudut
pandangnya.
Sebagai CEO dari Thisable Enterprise, social enterprise khusus
untuk penyandang disabilitas, Angkie menciptakan akses bagi para difabel
untuk mendapatkan pekerjaan serta memberikan kegiatan pemberdayaan. Sebagai
bekal, Angkie juga melatih para difabel ini untuk mengembangkan kelebihannya.
Setelah bergabung, difabel ini akan dilatih dengan training dan pelatihan. Angkie Yudistia sudah
berhasil merangkul sebanyak 1.500 penyandang dissabilitas dengan berbagai
kekurangan masing-masing. Dari jumlah itu, terdapat perbandingan 80:20 untuk
difabel vocational dan profesional.
Dari uraian di atas, kita dapat mengambil betapa berat perjuangan dan kegigihan yang harus dilakukan untuk menjadi hebat. Tanamkan semangat Kartini pada diri kalian. Terus berjuang untuk meraih cita-cita.
Post a Comment