Holla Kartinians! Siapa sih yang gak tau Ki Hadjar Dewantara?
Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu pahlawan penggerak
kemerdekaan Indonesia yang dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional
oleh Presiden Soekarno. Atas jasa-jasanya, hari lahir Ki Hadjar Dewantara
setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Sebelumnya, mari kita bahas sedikit tentang Ki Hadjar
Dewantara!
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, atau yang kental disapa dengan Ki Hadjar Dewantara sejatinya berasal dari kalangan bangsawan, beliau adalah putra dari G.P.H. Soerjaningrat dan cucu dari Pakualam III. Sebagai putra bangsawan, beliau mendapat keistimewaan untuk menempuh pendidikan dasarnya di ELS atau Europeesche Lagere School. Setelahnya, Soewardi (Ki Hadjar muda) sempat melanjutkan pendidikannya di STOVIA, namun tidak dapat diselesaikan lantaran kondisi kesehatannya yang kian memburuk.
Sebagai warga pribumi yang memiliki latar belakang
berpendidikan, Soewardi aktif menyampaikan pendapatnya melalui tulisan-tulisan
dalam surat kabar. Tulisan yang dipublikasikannya seringkali mengandung
gagasan-gagasan anti-kolonial.
Selain aktif sebagai jurnalis, beliau juga aktif dalam organisasi-organisasi sosial dan politik. Terhitung sejak berdirinya Boedi Oetomo pada 1908, Soewardi telah aktif mempropagandakan persatuan dan kesatuan Indonesia. Selain tergabung dalam Boedi Oetomo, Soewardi juga aktif dalam organisasi Insulinde dan Indische Partij.
Sebagai aktivis politik, Soewardi seringkali mengkritisi kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang dirasa merugikan pribumi. Seperti yang terjadi pada 1913, tatkala pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga untuk merayakan kemerdekaan Belanda dari Perancis, Soewardi menulis artikel "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Selain itu, karya Soewardi yang paling terkenal berjudul "Als ik een Nederlander was" yang artinya "Seandainya Aku Seorang Belanda" yang terbit dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913.
Dalam mempropagandakan pendidikan, Ki Hadjar mempopulerkan
sebuah semboyan yang berbunyi “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani” yang berarti “di depan memberi contoh, di Tengah
memberi semangat, di belakang memberi dorongan”. Hingga saat ini, semboyan
tersebut masih populer digunakan dalam dunia pendidikan.
Lalu, bagaimana bisa Ki Hadjar menjadi tahanan di Pekalongan?
Oke, mari kita sejenak menengok ke belakang.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Soewardi kembali ke
Indonesia pada tahun 1919. Pada saat itu, beliau menjabat sebagai redaktur surat
kabar De Bewegin (Pergerakan), Penggoegah, dan Persatuan Hindia.
Sebagai redaktur, Soewardi memiliki gaya penulisan yang cenderung politis dan
tajam. Hingga pada pada November 1920, Soewardi menerima tuduhan lantaran tulisannya
dinilai menghina Ratu Wihelmina, Badan Pengadilan, dan Pangreh Praja. Selain
itu, beliau juga dituduh telah menghasut rakyat untuk menghancurkan tatanan
pemerintahan.
Atas hal tersebut, Soewardi menjadi redaktur pertama asal Indonesia yang menerima hukuman dari delik pers. Karenanya, beliau terpaksa mendiami Gevangenisbewaarder Te Pekalongan (Lapas Pekalongan) karena hukuman tersebut.
Tak berselang lama setalah dibebaskan, Soewardi kembali mendapat hukuman penjara
selama tiga bulan dari delik pidato. Mulanya, beliau ditempatkan di lapas
Mlaten, Semarang. Namun, tak berselang lama Soewardi dipindahkan ke lapas pusat
Pekalongan.
Selama menjalani masa hukuman, Soewardi tidak mendapat siksaan
sebagaimana tahanan lainnya, beliau justru diperbantukan sebagai petugas administratif
karena memiliki kebolehan dalam berbahasa Belanda.
Namun saat masa penahanan di Pekalongan, perhatian Soewardi sempat teralihkan lantaran istrinya yang sedang mengandung mengalami sakit keras. Oleh karenanya, Soewardi mengajukan cuti tahanan dengan jaminan dari Sri Pakualam VII. Soewardi pergi menyambangi istrinya Bersama seorang sipir (pengawas).
Namun, keadaan istri Soewardi tidak kunjung membaik sehingga
beliau enggan meninggalkan istrinya untuk melanjutkan masa tahanan. Sipir yang
menyertai Soewardi tak kuasa memaksanya untuk menaati aturan waktu yang ditentukan,
sehingga ia melaporkan kejadian tersebut ke Pakualam kemudian kembali ke Pekalongan.
Namun, rupanya pada hari itu juga Soewardi dinyatakan bebas dari hukuman dan diperkenankan
untuk meninggalkan Lapas Pekalongan.
Ya, jadi seperti itulah sepenggal kisah tokoh perjuangan
yang sempat singgah sebagai tahanan di Pekalongan. Terbayang sudah bagaimana kebebasan
berpendapat dari golongan pers dan rakyat sangat dibatasi selama masa-masa
tersebut.
Namun dengan keberanian dan tekad yang kuat, para tokoh pergerakan
kemerdekaan tak gentar untuk membela dan mempropagandakan kemerdekaan Indonesia.
Maka, hargailah perjuangan mereka dengan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal
baik, ya! (Sgarry)
Preferensi :
- https://news.detik.com/berita/d-7320574/siapa-nama-asli-ki-hajar-dewantara-ini-profil-singkatnya
- https://sibakuljogja.jogjaprov.go.id/blog/pasarkotagedeyia/biografi-ki-hajar-dewantara-sang-bapak-pendidikan-nasional/
- https://www.detik.com/edu/edutainment/d-5770203/menara-kembar-ini-saksi-ki-hajar-dewantara-pernah-dipenjara-di-pekalongan
- https://globalcybernews.com/2023/08/20/dari-penjara-ke-penjara-sepenggal-kisah-perjuangan-dan-kesetiaan-ki-hajar-dewantara/
- https://museum.kemdikbud.go.id/koleksi/profile/replika+baju+penjara+ki+hadjar+dewantara_57884
SEKAR KAMU KEREN BANGETTTT
ReplyDeleteHAHAHAHAHHA MAKASIH, ANW INI SIAPAAAA
DeletePost a Comment